Bagi para pencinta musik electronic dance music alias EDM, nama Djakarta Warehouse Project atau DWP tidaklah asing didengar. Ajang rangkaian konser musik ini telah dimulai sejak 2008 dan menjadi acara EDM terbesar di Indonesia, dan Asia.
Djakarta Warehouse Project dimulai pertama kali pada 2008 dan hanya bermula dari pesta EDM 'kecil-kecilan' di sejumlah klub populer di ibu kota Jakarta.
Namun pada 2010, insiden tewasnya seorang pengunjung sebuah klub akibat perkelahian membuat rencana DWP tahun tersebut terganggu. Pasalnya, klub tempat perkara terjadi dijadwalkan menjadi lokasi DWP. Akibat insiden itu, klub tersebut ditutup.
Kejadian tersebut hanya berlangsung dua pekan sebelum DWP10. Panitia dari Ismaya lantas mencari lokasi pengganti dan memilih Pantai Carnaval Ancol sebagai lokasi DWP tahun tersebut.
Saat itu lah menjadi titik balik DWP dari sekadar acara party di klub-klub populer partygoers Jakarta menjadi acara dansa EDM terbesar yang pernah ada di Indonesia.
Tahun demi tahun, jumlah pengunjung acara yang sering dianggap 'hari raya para partygoers' tersebut semakin bertambah.
Pada 2014, DWP tahun tersebut yang diselenggarakan di Jakarta International Expo Kemayoran sanggup menggiring 70 ribu partygoers selama dua hari pelaksanaan. Padahal, tahun itu panitia hanya menargetkan 50 ribu pengunjung selama dua hari.
DWP 2015 pun menghasilkan angka penonton melebihi tahun sebelumnya, yaitu sekitar 75 hingga 80 ribu penonton. Angka itu masih terus bertambah hingga tahun lalu, 2016.
DWP 2016 memecahkan rekor penonton dengan kehadiran per hari terbanyak dibanding festival dance mana pun di Asia. South China Morning Post menyebut, DWP 2016 dihadiri lebih dari 45 ribu pengunjung per hari.
Total, diperkirakan 90 ribu pengunjung telah memenuhi JIExpo untuk berjoget mengikuti musik EDM di DWP 2016. Tercatat pula kala itu, 27 ribu partygoers dari luar Indonesia datang ke DWP.
Bukan hanya pengunjung yang bertambah, musisi EDM pengisi DWP juga semakin banyak dari tahun ke tahun. Biasanya, setiap tahun penyelenggaraan DWP akan memiliki keunikan dari segi pengisi acara.
Misalnya pada 2015, penyelenggara tahun tersebut berhasil membawa gerombolan Mad Decent yang dipimpin DJ asal Amerika Serikat, Diplo.
Dalam gerombolan itu pula, Diplo berkolaborasi dengan Skrillex dalam Jack U yang kala itu tengah hit melalui lagu duet bersama Justin Bieber, Where Are U Now.
Pada 2017 kali ini, DWP sukses memboyong pulang musisi Indonesia kontroversial di Amerika Serikat, Rich Chigga.
Rich yang hit di New York dan Amerika Serikat melalui lagu Dat $tick tersebut bakal bersanding di podium DWP bersama DJ dunia lainnya seperti Marshmello, R3HAB, Tiesto, Galantis, Hardwell, juga Steve Aoki.
Untuk memasuki festival musik sekelas DWP, para partygoers dapat dikatakan harus siap berjibaku. Tiket dalam berbagai kelas dan fase penjualan itu selama ini tercatat selalu ludes bak kacang goreng.
Padahal, untuk memasuki DWP, tiket yang dijual tidaklah murah. Pada 2015, tiket dijual mulai dari Rp520 ribu hingga Rp2,1 juta. Pada 2017, tiket dijual dari Rp800 ribu hingga Rp6 juta dengan tiket beli di tempat seharga Rp1,12 juta, belum termasuk pajak.
Ketika hari pelaksanaan DWP pun, para pengunjung juga harus berjibaku ketika akan memasuki arena JIExpo. Berdasarkan pengalaman CNNIndonesia.com memantau DWP selama dua tahun terakhir, keamanan acara ini amatlah ketat.
Meski pintu DWP baru dibuka pukul 16, pengunjung sudah memadati antrean pemeriksaan keamanan awal sejak pukul 15.
Pemeriksaan keamanan berupa pengecekan barang bawaan, termasuk pemeriksaan keaslian tiket, pun dilakukan beberapa kali. Barang seperti botol minum, rokok, korek, dan segala yang mencurigakan harus siap-siap direlakan untuk dibuang.
Pengunjung akan semakin ramai bila suasana makin malam. Biasanya, tamu istimewa akan baru mulai naik podium DWP mulai pukul 23 hingga penampilan terakhir biasanya dimulai pukul dua dini hari. Sehingga, acara dapat baru akan selesai menjelang pukul lima.
DWP tak lepas dari kontroversi, mulai dari faktor keamanan, stigma bukan termasuk budaya ketimuran, hingga soal jual-beli minuman keras atau alkohol di lingkungan festival musik tersebut.
Pada penyelenggaraan DWP di tahun-tahun sebelumnya, berdasarkan pengamatan CNNIndonesia.com saat meliput, minuman keras, mulai dari bir, whisky, hingga vodka, dijual di tengah-tengah area yang mudah dijangkau pengunjung.
Penjualan makanan, minuman, dan miras dilakukan tidak dengan uang tunai, melainkan sistem token. Miras sendiri dijual dalam bentuk botol ataupun sloki.
Soal minuman keras ini, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakatya mengaku sudah melarang DWP tahun ini menjual minuman keras.
Sedangkan soal stigma kebarat-baratan yang melekat pada DWP sehingga memunculkan protes sebagian masyarakat, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menganggap DWP itu tak perlu dilarang. Sandiaga berdalih ada dampak positif dari DWP bagi perekonomian.
“Intinya bagaimana Jakarta itu bisa menarik wisatawan sebanyak mungkin. Jakarta itu kota metropolis. Selama (DWP) itu tidak melanggar aturan, melanggar hukum, dan tentunya kita kondusif, itu kan festive season yah, berjalan setiap tahun,” kata Sandi, Senin (11/12).
Artikel Asli