Dari pertanyaan tersebut, ada 13.429 respons jawaban. Jawaban yang diberikan terhadap pertanyaan itu terdiri dari berbagai macam alasan seperti kemampuan menggoda yang buruk, kepercayaan diri yang rendah, penampilan yang buruk, rasa malu, usaha yang rendah, dan pengalaman yang buruk dari hubungan percintaan sebelumnya.
Riset ini dilakukan dengan mengunggah sebuah pertanyaan di Reddit dengan akun anonim. Bunyi pertanyaan tersebut adalah, “Guys, kenapa kamu jomblo?’
Dari pertanyaan tersebut, ada 13.429 respons jawaban. Jawaban yang diberikan terhadap pertanyaan itu terdiri dari berbagai macam alasan, seperti kemampuan menggoda yang buruk, kepercayaan diri yang rendah, penampilan yang buruk, rasa malu, usaha yang rendah, dan pengalaman yang buruk dari hubungan percintaan sebelumnya.
Dari belasan ribu jawaban tersebut, 6.974 di antaranya diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori. Kategori tersebut antara lain adalah kecemasan, kurangnya waktu, menikmati menjadi lajang, takut pada jalinan percintaan, hingga mengatakan “menyerah”.
Setelah mengelompokkan ribuan jawaban itu ke dalam kategori-kategori tersebut, penulis riset ini, Menelaos Apostolou, kemudian membangun gagasan bahwa kemampuan sosial pria tidak bisa mengikuti perubahan yang terjadi di masyarakat.
“Pria lajang modern sering kekurangan kemampuan menggoda karena dalam konteks pra-industri leluhur mereka, tekanan seleksi pada mekanisme yang mengatur upaya perkawinan dan seleksi itu lemah," jelas Apostolou, dilansir IFL Science.
“Kemampuan tersebut dibutuhkan hari ini, karena dalam pemilihan pasangan masyarakat pasca-industri tidak diatur atau dipaksakan, tetapi orang-orang harus mencari pasangan mereka sendiri.”
Apostolou mengklaim, karena kini kaum pria tidak lagi punya pilihan untuk mendapat pasangan melalui perjodohan atau hubungan yang dipaksakan, maka mereka harus berjuang untuk mendapatkan pasangan. Menurutnya, ini merupakan aturan pencarian pasangan yang relatif baru dalam sejarah spesies kita.
Sayangnya, aturan tidak meluas di semua masyarakat manusia, dan tidak selalu tersebar luas dalam masyarakat yang telah mengadopsinya. Jadi, status kejombloan pada banyak pria saat ini adalah hasil dari sesuatu yang telah diteruskan kepada mereka oleh nenek moyang mereka yang tidak terampil yang tidak perlu pandai menggoda untuk mendapatkan istri.
Teori Apostolou ini tentu kemudian dipertanyakan dan juga dianggap kontra-produktif untuk para pria jomblo. Karena ini argumen soal evolusioner ini seolah bisa membebaskan laki-laki dari tanggung jawab apa pun atas kejombloan mereka.
Selain itu riset ini juga memiliki sejumlah batasan karena hanya terfokus pada pria dan tidak mencantumkan informasi demografis para responden sehingga rentang usia responden, lokasi, latar belakang budaya mereka, dan lain-lain tidaklah diketahui.
Apostolou sendiri berharap ke depannya “para peneliti lain akan mengalokasikan lebih banyak upaya dalam mempelajari kejombloan dan bagaimana orang dapat menjadi pencari-pasangan dan penjaga-pasangan yang lebih efektif.”
Ia menjelaskan bahwa pesan dari hasil riset ini adalah kini banyak pria jomblo sedang berjuang dengan ketidakpastian dalam mendapatkan pasangan. Cara terbaik untuk mengatasi hal ini adalah dengan membangun masyarakat di mana pria dapat mengungkapkan perasaan mereka secara terbuka.
Pesan utama yang dapat kami ambil dari penelitian ini adalah banyak pria lajang berjuang dengan ketidakamanan. Cara terbaik untuk mengatasi hal ini adalah membangun masyarakat di mana pria dapat menangani perasaan itu secara terbuka.
Artikel Asli